Contoh Skripsi
tentang “Wanita dalam Usaha Kerajinan Kerawang Gayo
di Kabupaten Aceh Tengah (1985-2013)”.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pelestarian pusaka (warisan budaya)baik
alam maupun budaya hingga saat ini belum dianggap sebagai hal yang penting. Hal
itu disebabkan berbagai alasan, mulai dari anggapan bahwa pelestarian adalah
anti kemajuan atau perkembangan hingga pada anggapan bahwa pelestarian tidak
menguntungkan secara ekonomis. Dengan demikian, dianggap kecil konsribusinya
bagi kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Warisan budaya Aceh memiliki potensi daya
tarik wisata. Warisan budaya mampu menarik pengunjung baik wisatawan lokal nusantara,maupun
mancanegara, sehingga warisan budaya dapat menjadi objek dan atraksi wisata
utama, bahkan menjadi andalan di Aceh ( Sudirman, 2011: 17).
Pengembangan warisan budaya sangat
erat kaitannya dengan pelestarian kebudayaan. Upaya-upaya pelestarian meliputi pengembangan
dan pemanfaatan. Pemanfaatan meliputi upaya-upaya untuk menggunakan hasil-hasil
budaya untuk berbagai keperluan,seperti untuk menekankan citra identitas suatu
bangsa, pendidikan kesadaran budaya, muatan industri budaya dan daya tarik
budaya.
Warisan budaya di Aceh sangat banyak. Salah satu
diantara warisan budaya masyarakat Gayo yang bernilai tinggi adalah kerawang
Gayo. Kain-kain tradisional khas
daerah telah menjadi bagian dari kain
nusantara dengan ragam motif yang unik
dan warna yang sangat menarik. Setiap helai kain tradisional mempunyai nilai
tersendiri dalam kehidupan masyarakatnya. Motif, warna dan bentuknya
menunjukkan fungsi dan makna sesuai filosofi yang melekat di dalamnya. Salah
satu jenis kain tradisional yang memperkaya khasanah dan ragam kain nusantara
adalah kerawang Gayo. Kerawang Gayo seharusnya menjadi daya tarik dan memberikan informasi
yang lebih banyak bagi wisatawan, baik mengenai penegtahuan tentang kerawang
Gayo ( Fariani, 2012: 1 )
Kerawang Gayo merupakan sebutan untuk kain tradisional yang
merupakan kebanggaan dalam budaya masyarakat Gayo Kabupaten Aceh Tengah
Provinsi Aceh. Mayoritas masyarakat Gayo bermata pencaharian
utama berkebun dengan hasil utama kopi. Mereka juga mengembangkan kerajinan
membuat keramik/gerabah, kerajinan anyaman dan juga kerajinan kerawang.
Kerawang awalnya adalah
ukiran pada rumah adat Gayo yaitu pada Umah
Pitu Ruang ( Rumah Tujuh Ruang ) yang kemudian motifnyadiadopsi kedalam
barang-barang kerajinan khas Gayo. Kerajinan kerawang memiliki corak yang khas,
dimana mempunyai filosofi yang dalam dari setiap ukiran dan bentuknya.
Kerajinan kerawang Gayo sering dipakai untuk hiasan dinding,alas meja,motif
pakaian,tas dan lain sebagainya. Motif kerawang Gayo tidak hanya diminati
masyarakat lokal saja,namun daerahAceh lainnnya juga banyak mencari motif kerawang. Bahkan wisatawan dari luar daerah
Aceh menyukai kerajinan kerawang Gayo ini
Kerawang Gayo ini merupakan
kain tradisional masyarakat Gayo yang memiliki corak yang unik dan khas dari
masyarakat Gayo itu sendiri. Ragam hias yang terdapat pada Kerawang Gayo ini
memiliki nilai dan makna tersendiri. Kerawang Gayo merupakan sebutan untuk kain tradisional yang
merupakan kebanggaan dalam budaya masyarakat Gayo Kabupaten Aceh Tengah
Provinsi Aceh.
Wanita
banyak memberi andil dalam pengembangan usaha. Di sektor usaha kecil banyak
kaum wanita yang menyisihkan waktu luangnya mengurus rumah tangga dengan
membuka usaha produktif. Justru usaha rumah tangga ini bisa membuka kesempatan
bekerja bagi perempuan yang lain.Usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi yang
menjadi pilihan kebanyakan anggota masyarakat, terutama kelompok wanita, yang
banyak berkecimpuang dalam kegiatan uasaha kerajinan dan industri rumah tangga.
Begitu juga wanita yang berada di Kabupaten Aceh Tengah, mereka memanfaatkan
kemampuan mereka yaitu berperan sebagi pengrajin kerawang Gayo (http://bwi.or.id/index.php/in/artikel/1123-peran-wakaf-dalam-pemberdayaan-ekonomi-perempuan-1 di akses
pada 27 Juni 2013).
Pada awalnya yang pertama kali pengrajin kerawang Gayo ini adalah
kaum laki-laki. Dimana seiring perkembangan zaman wanita juga berperan dalam
pengrajin kerawang Gayo. Sejak tahun 1985 wanita sudah mulai menjahit kerajinan
kerawang Gayo. Saat itu wanita tidak ada kursus atau les khusus dalam menjahit
kerajinan kerawang Gayo mereka hanya belajar sendiri di rumah masing-masing dengan melihat contoh yang
mereka lihat. Pembuatanya sangat sederhana hanya menggunakan mesin jahit biasa
dan ram untuk menjahit kerajinan kerawang Gayo tersebut. Sesuai
dengan namanya kerawang, makanya polanya hanya ada dalam pikiran si pembuatnya.
Karena sudah terbiasa maka bagi yang membuatnya tidak akan mengalami kesulitan,
akan tetapi bagi yang melihatnya merasa sangat sulit dan rumit, karena ciri
khas dari kain ini adalah dibuat tanpa pola. Saat ini, kerawang Gayo juga telah mengalami
perubahan corak karena pengembangan. Masyarakat tidak lagi ingin kerawang
Gayo yang kaku, melainkan lebih dinamis dan
menarik ( Wawancara: Hj. Saimah, 16 April 2013 ).
Perlu disadari bahwakerawangyang dimiliki oleh masyarakat Gayo ini merupakan salah satu aset budaya yang sudah
sangat dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Banyak orang menggunakan kain,
tas, dompet dan asesoris lainnya yang dibuat dari kerawang Gayo. Karena pemasarannya memang sudah
berkembang di Indonesia khususnya. Oleh karena itu selain perlu untuk dilestarikan,
aset nusantara ini juga perlu diperhatikan agar dapat terus berkembang.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Wanita dalam Usaha Kerajinan
Kerawang Gayo di Kabupaten Aceh Tengah (1985-2013)”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1.2.1
Bagaiman peran wanita dalam
dalam usaha kerajinan kerawang Gayo ?
1.2.2
Apakah peran wanita dalam
usaha kerajinan kerawang Gayo dapat meningkatkan perekonomian rumah tangga?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun
yang menjadi tujuan penelitian adalah :
1.3.1
Untuk mengetahui bagaimana
peran wanita dalam usaha kerajinan kerawang Gayo di Kabupaten Aceh Tengah
(1985-2013)
1.3.2
Untuk mengetahui bagaimana
peran wanita dalam usaha kerajinan kerawang Gayo dapat meningkatkan
perekonomian rumah tangga
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan dapat digunakan sebagai
bahan acuan bagi masyarakat. Adapun beberapa hal yang dapat diambil manfaat
dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoretis
Sebagai suatu
karya ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat memberi konstribusi bagi ilmu
pengetahuan pada khususnya maupun masyarakat umum mengenai bagaimana peran
wanita dalam usaha kerajinan kerawang Gayo 1985-2013 di Kabupaten Aceh Tengah.
1.4.1 Manfaat Praktis
a.
Bagi pembaca
Hasil penelitian ini
dapat menjadikan bahan pijakan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat Aceh
Tengah agar menjaga, melestarikan dan mengembangkan kerajinan kerawang Gayo.
b.
Bagi masyarakat
Bagi masyarakat, penelitian ini
diharapkan dapat memberi kontribusi yang lebih baik lagi mengenai peran wanita
dalam usaha kerajinan kerawang Gayo di Kabupaten Aceh Tengah
1.5 Anggapan Dasar
Arikunto
(2006:65) menyatakan bahwa: “anggapan dasar atau asumsi adalah hal yang diyakini kebenarannya oleh penulis
atau dirumuskan secara jelas. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori dalam
pelaporan hasil penelitian ini. Jadi anggapan dasar adalah sesuatu yang
diterima sebagai landasan berpikir. Adapun anggapan dasar dalam penelitian ini
adalah “kerawang Gayo merupakan salah satu kerajinan khas dari Takengon Aceh
Tengah.
1.6
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
anggapan yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis,
hipotesis terdiri dari dua kata: hipo berarti keraguan dan tesis berarti
kebenaran. Jadi, hipotesis berarti kebenaran yang masih diragukan (Taher, 2009:
23). Adapun yang menjadi hipotesis dari penelitian ini adalah “wanita dalam
pengrajin kerawang Gayo sangat berpengaruh terhadap perkembangan kerajinan
kerawang Gayo di Kabupaten Aceh Tengah”.
1.7
Defenisi Istilah
Untuk
menghindari penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang digunakan, maka perlu
diperlukan penafsiran istilah sebagai berikut:
1.7.1 Wanita
Menurut
Poerwadaminta W.J.S (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:1007) wanita
merupakan perempuan atau kaum putri dewasa.
1.7.2 Kerajinan
Kerajinan
adalah hal yang diberikan dengan buatan tangan atau kegiatan yang dihasilkan
melalui keterampilan tangan (kerajinan tangan). Kerajinan yang biasanya terbuat dari berbagai bahan (http://pengertian
kerajinan tangan_blog html diakses pada 20 Juni 2013)
1.7.3 Kerawang
Gayo
Menurut M. Husin (dalam Fahriani, 2012: 3) kerawang
merupakan bagian dari budaya masyarakat Gayo, karena kerawang ini merupakan
hasil karya manusia. Kerawang itu terdiri dari dua kata yaitu : iker dan
rawang. Iker itu mengandung arti dibakal
atau dicoba. Sementara rawang artinya ramalan atau dikhayal dari hati,
dituangkan dalam bentuk gambar dengan pengaruh lingkungan sekitarnya. Kerawang
Gayo itu adalah hasil karya manusia yang dituangkan dari alam pikiran ke dalam
bentuk gambar,bukan dalam bentuk bahasa dengan pengaruh dari lingkungan
sekitarnya dan yang diwujudkan dalam selembar kain, yang mempunyai makna
tersendiri bagi masyarakat Gayo.
1.8
Sistematika Penulisan
Skripsi
ini terdiri dari lima bab dan tiap-tiap bab memuat beberapa sub bab, antara bab
pertama dan bab berikutnya saling berkaitan. Sebagai gambaran umum dalam
pembahasan skripsi ini, maka dibawah ini akan diuraikan sistematika
penulisannya.
Bab
satu pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, anggapan dasar dan hipotesis penelitian dan sistematika penulisan.
Bab
dua akan menguraikan tentang tinjauan pustaka yang mendukung pemecahan masalah,
yang meliputi tentang pengertian kerawang Gayo, makna yang terkandung dalam
motif kerawang Gayo,
Bab
tiga berisikan metode penelitian, yang membahas tentang pendekatan, jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data dan subjek penelitian, populasi dan
sampel, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
Bab
empat berisikan hasil penelitian dan pembahasan yang membahas tentang keadaan
geografis daerah penelitian,sejarah singkat kabupaten Aceh Tengah, sejarah
singkat kerajinan kerawang Gayo, pembuatan kerajinan kerawang Gayo, wanita
dalam usaha kerajinan kerawang Gayo dan fungsi kerajinan kerawang Gayo.
Bab
lima berisikan penutup, yang membahas tentang kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Kerawang Gayo
Kerawang Gayo merupakan
salah satu wujud seni sulaman tradisional. Dahulu kerajinan sulaman tersebut
dikerjakan oleh pengrajin secara amatiran, dan pada umumnya berkembang di
lingkungan keluarga-keluarga tertentu saja. Biasanya keterampilan menjahit
kerawang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya
(Fadhillah, 1991 : 1).
Sebutan kerawang Gayo
merupakan sebutan untuk jenis sulaman yang terdapat pada kain kerawang sendiri, sedangkan yang terdapat
pada rumah adat disebut ukiran,kemudian
pada tikar sendiri disebut belintem.
Namun pada dasarnya ketiga benda ini
memiliki makna yang sama dari motif-motifnya,
hanya saja penempatan dan penggunaannya yang membedakan ( Sufandi, 2012:
8)
Kemudian, (Djapri Basri,
1982:15) menjelaskan tentang organisasi dan pemerintahan Gampong. Dimana dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Gayo
terdapat perbedaan prilaku antara golongan, ketiga golongan itu antara lain Reje, Petue dan Imem. Ketiga golongan ini sangat berpengaruh dalam masyarakat
dengan status sosial dan penghargaan rakyat yang tinggi. Kemudian dari ketiga
golongan ini dalam penggunaan pakaian yang mana dalam upacara adat tertentu
warna pakaian menentukan kedudukan sosial, seperti Reje yang berpakaian warna kuning.
Kerawang Gayo juga
terdapat pada benda-benda kebudayaan Gayo, seperti yang terdapat pada pelaminan
yang sedikit di modivikasi, upuh(pakaian)
baik untuk laki-laki dan perempuan, namun walaupun sudah di modivikasi makna
yang terkandung dalam motif kerawang Gayo tetap tidak berubah.
Kerawang
Gayo merupakan kerajinan khas Dataran Tinggi Gayo yang meliputi, Alas, Gayo
Lues, Aceh Tenggara, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kerajinan ini menggunakan
tangan atau mesin jahit yang dibuat dengan berbagai motif. Motif dalam kerawang Gayo banyak memiliki
persamaan dengan daerah Aceh lainnya, ini tergambar dari motif-motif pada rumah
adat derah lainnya akan tetapi filosofi yang terkandung dalam motif tersebut
yang membedakan.
2.2 Makna yang Terdapat dalam Motif Kerajinan
Kerawang Gayo
Motif kerawangGayo sudah ada sejak masyarakat Gayo ada, motif diambil dari alam sekeliling
tidak berbeda jauh dengan daerah yang ada di Aceh lainnya akan tetapi yang membedakan motif kerawang Gayo
mengandung pesan-pesan nilai budaya yang ingin disampaikan masyarakatnya, maka
pemahamannya dapat dilakukan melalui simbol-simbol yang terdapat dalam ragam
hias.
Pada umumnya motif kerawang Gayo terutama untuk bahan
pakaian biasanya memiliki beberapa motif dasar yaitu seperti yang diutarakan
A.R. Hakim Aman Pinan (2003:131) bahwa terdapat beberapa falsafah dalamkerawang
Gayoyaitu:
1. Emun Berangkat :
sebagai lambang ketinggian cita-cita yang beraneka ragam. Manusia mengikuti
sesuatu yang benar dan meninggalkan yang salah (salah bertegah benar berpapah).
Motif ini menggambarkan mampu mengurangi berbagai cobaan dalam aneka hidup di
dunia ini.
2. Puter Tali :kekuatan
tali, dikarenakan sejumlah serabut menjadi satu dan menjelma menjadi tolong
menolong sesamanya. Menunjukkan kekokohan, kesatuan dan persatuan.Dasar bentuk
tali adalah agak panjang dan lurus. Diumpamakan disini sangat diharapkan tiap
insan bertindak lurus, jujur, benar, ikhlas dalam berbagai kegiatan.
3. Pucuk rebung : motif
ini juga biasa disebut dengan tuwis.Tuwis
adalah cikal bakal bambu, bentuknya menyerupai piramid. Mengandung makna
teguh berpendirian serta kuat beriman dan bertaqwa, rendah hati juga berakhlak
baik.
4. Tapak Seleman : tapak
dimaksud disini adalah gambaran bekas, bekas tersebut dijadikan falsafah di
Gayo yang dapat diartikan secara luas Sarak Opat berusaha mampu melaksanakan
tugas yang luhur dalam berbagai kegiatan.
Sesuai dengan perkembangan zaman, maka motif dari Kerawang Gayo pun mengalami
perkembangan, yaitu tidak hanya terdiri dari keempat motif yang telah diuraikan
tadi, diantaranya adalah (Mustafa/ketua MAA Aceh Tengah) :
1. Matalo
(matahari)
Motif
ini melambangkan :
Sumber
kehidupan segala makhluk. Syukur atas nikmat, dan sabar atas bala. Hubungan
Minallah Minannas (vertical dan horizontal) yang merupakan hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia demi keselamatan dunia dan
akhirat.
2.
Sarak
Opat
Sarak Opat ini merupakan lembaga adat masyarakat Gayo,
yang berfungsi sebagai alat kontrol; keamanan, ketentraman, kerukunan dan
ketertiban masyarakat antara lain menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan
dan penengah/mendamaikan sengketa yang timbul dalam masyarakat (2007:120).
Sarak Opat ini terdiri dari:
-
Reje (Raja)
Mengandung
arti sebagai berikut: adil, bijaksana, penuh perhitungan atas keputusan yang
diambil. Dan biasanya warna yang biasa digunakan untuk melambangkan kebesaran
raja adalah warna kuning.
-
Petue
Mengandung
arti sebagai berikut: petue mempunyai sifat menyelidiki dan mensiasati tentang
kehidupan masyarakat. Dan warna yang melambangkan petue ini adalah warna merah.
-
Imem (Imam)
Mengandung
arti sebagai berikut: melaksanakan yang berhubungan dengan syariat Islam baik
yang wajib maupun yang sunat/amal ma’ruf
nahi mungkar. Warna yang biasa digunakan adalah warna putih.
-
Rakyat
Mengandung
arti segala hasil musyawarah atas kebulatan kehendak rakyat/dari rakyat untuk
rakyat dan warna yang melambangkan rakyat ini adalah warna hitam.
3. Rante
(rantai)
Motif ini dalam masyarakat Gayo
melambangkan persatuan dan kesatuan.
4. Emun beriring (awan
berbaris)
Artinya
melambangkan satu kesatuan yang kokoh dalam kehidupan bermasyarakat, dalam
menempatkan diri dimana kita berada.
5. Pucuk rebung (Tunas
bambu)
Motif
ini mengandung arti yaitu : teguh berpendirian dan beriman dan taqwa serta
motivasi memberikan pendidikan kepada generasi penerus untuk menerima estapet
kepemimpinan.
6. Tekukur
(pengukuran)
Motif
ini mengandung arti sebagai berikut: setiap mengambil suatu keputusan harus
dipertimbangkan dengan penuh arif dan bijaksana dan setiap perbuatan lebih
dahulu berpikir untuk dipertimbangkan baik dan buruk.
7. Emun berkune (awan
tetap)
Mengandung
arti sebagai berikut : melambangkan demokrasi dalam mencari kebenaran, untuk
mengambil keputusan dan dilaksanakan dengan rasa tanggung jawab.
8. Puter tali (tali
berputer)
Motif
ini mengandung makna saling menyokong/mendukung terhadap pekerjaan yang bener.
9. Emun berangkat (awan
berjalan)
Motif
Emun berangkt ini artinya melambangkan rasa kesetian dalam masyarakat Gayo,
kemanapun pergi tetap sejalan dan dimanapun dia berada tetap dalam satu
kesatuan.
10. Peger (pagar)
Mengandung
arti sebagai berikut: melambangkan kehidupan masyarakat Gayo tetap berada dalam
ketentuan adat Gayo dan Syari’at Islam, diluar ketentuan tersebut tidak mendapat
perlindungan.
11. Tali mustike (tali
mustika)
Motif
ini mengandung arti sama-sama ada kesadaran yang diridhai oleh Allah SWT.
12. Tapak seleman (jejak
Nabi Sulaiman)
Ke ku
langit jerak ilang. Ku bumi ku atu ampar. I uken pitu telege. I toa pitu kuala.
Mengandung arti sesuatu permasalahan diselesaikan dengan arif dan bijaksana.
2.3
Jenis-jenis
Kerajinan Kerawang Gayo
Jenis-jenis kerajinan
kerawang Gayo yang dihasilkan oleh pengrajin kerawang Gayo di kabupaten Aceh
Tengah bermacam-macam,diantaranya :
Upuhulen-ulen, Upuh jerak, ketawak, topi/kopiah baju dan celana. Seiring
dengan perkembangan zaman jenis-jenis kerajina tangan dari kerwang semakin
banyak yang berupa aksesoris seperti,gelang sekarang banyak digunakan oleh para
remaja,tas,sajadah dan sandal (wawancara: Hj. Saimah, 16 April 2013 ).
Sebutan
kerawang Gayo merupakan sebutan untuk jenis sulaman yang terdapat pada
kain kerawang sendiri, sedangkan yang
terdapat pada rumah adat disebut ukiran,kemudian
pada tikar sendiri disebut belintem.
Namun pada dasarnya ketiga benda ini
memiliki makna yang sama dari motif-motifnya,
hanya saja penempatan dan penggunaannya yang membedakan.
Menurut
Agus Budi Wibowo (dalam Hiswanto, 2012: 9)
kerawang Gayo sendiri merupakan hasil kreasi masyarakat Gayo yang
dipakai dalam acara adat-istiadat Gayo, seperti acara perkawinan, khitan, turun
kesawah, hari-hari besar keagamaan dan lain-lain. Sedangkan ukiran terdapat pada rumah tradisional
Gayo yang mana ukiran ini bisa dilihat pada bagian-bagian rumah adat atau rumah
tradisional Gayo.
Kemudian
blintem juga merupakan hasil kreasi
masyarakat yang sudah ada sejak masyarakat Gayo bemukim, belintem atau tikar
merupakan barang anyaman yang dibuat dari tumbuhan air yang disebut kertan, motif pada blintem sendiri sama dengan motif kerawang Gayo hanya saja
bentuknya dibuat pertikal dan horizontal. Selain blintem masih ada benda anyaman lainnya, minsalnya sering disebut tape, sentong, bebalun semua ini
merupakan benda-benda untuk upacara adat.
Dalam perkembangannya
kerajinan kerawang Gayo yang dihasilkan saat ini jauh lebih berkualitas
dari pada yang dihasilkan pada zaman dahulu. Mengingat alat produksi dan
bahan-bahan yang digunakan sudah dengan mudah dapat diperoleh dimana pun.
Sehingga pekerjaan membuat kerajinan kerawang
ini menjadi lebih ringan dikerjakan daripada dahulu. Dengan didukung oleh
peralatan yang lebih modern, kerawang Gayo dapat dihasilkan dengan kualitas
yang layak bersaing dengan jenis kain lainnya
2.4 Peran Wanita dalam Usaha
Perekonomian merupakan aktivitas manusia
dalam usahanya memenuhi
kebutuhan hidup pada tingkat
kemakmuran yang diinginkannya. Dalam kehidupan bernegara, kehidupan
perekonomian memegang kunci dari semua kehidupan lainnya. Artinya banyak
kehidupan lain seperti kehidupan politik, budaya, sosial,, keamanan sangat
dipengaruhi oleh kehidupan perekonomiannya.
Menurut Poerwadaminta W.J.S
(dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 997) usaha merupakan kegiatan dalam
mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud pekerjaan
(perbuatan).
Usaha
kecilmerupakan kegiatan ekonomi yang menjadi pilihan kebanyakan anggota
masyarakat, terutama kelompok wanita yang banyak berkecimpung dalam kegiatan
industri kerajinan dan industri rumah tangga.Menunjukkan bahwa kaum wanita
memiliki kontribusi yang penting dalam perekonomian. Namun, masih banyak wanita
yang terkendala untuk memulai berwirausaha yaitu keterbatasan modal dan
pengetahuan. Pengalaman yang masih kurang dan keterbatasan pengetahuan
menyebabkan mereka kurang percaya diri untuk berusaha. Karena itu, memerlukan
perhatian dari berbagai pihak untuk berperan dalam mengatasi kendala ini. Perlu
ada lembaga yang dapat membantu mengedukasi dan memberikan pembinaan kepada
perempuan untuk berwirausaha.
Kiprah
wanita dalam bidang ekonomi terutama yang melakukan peran sebagai pengelola
usaha telah merambah ke pelosok-pelosok wilayah pedesaan dengan menjalankan usaha
di berbagai sektor, seperti: pertanian, pengolahan makanan, industri kecil dan
perdagangan. Sedangkan di perkotaan usaha wanita lebih beragam sampai
menjangkau keseluruh sektor-sektor usaha yang ada. Sebagian besar usaha wanita
pada kenyataannya juga banyak bergerak di bidang-bidang yang berkaitan dengan
wilayah domestik dan dekat dengan lingkungan rumah tangganya, seperti pada
sektor jasa, industri kerajinan dan rumah tangga serta sektor informal lainnya.
Optimalisasi
peran serta perempuan di dalam berbagai kegiatan publik perlu terus
ditingkatkan.Kiprah wanita untuk tampil ke depan mulai dibuka lebar tampak dari
semakin mudahnya wanita dalam meraih setiap peluang kerja yang tersedia.
Kompetisi untuk mencari sumber pendapatan seiring dengan tuntutan pemenuhan
kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan semakin bervariasi terus dihadapi
wanita . Oleh karena itu, secara kualitas wanita harus dipersiapkan untuk mengahadapinya.
Peran ganda
wanita yang semakin berkembang tidak hanya terkait di sektor domestik tetapi
telah meluas ke sektor kegiatan ekonomi. Peran wanita turut menegakkan ekonomi
rumah tangga dengan memasuki berbagai kegiatan ekonomi diakui memberikan dampak
positif bagi kesejahteraan rumah tangga. Karena kuatnya posisi ekonomi adalah
sebagai modal untuk membiayai seluruh keperluan rumah tangga.
Meningkatnya keterlibatan wanita
dalam kegiatan ekonomi dilandasi peningkatan dalam jumlah wanita yang terlibat
dalam pekerjaan di luar rumah tangga yang meningkat dari waktu ke waktu. Di
samping itu peningkatan dalam bidang jumlah pekerjaan yang dapat dimasuki oleh
wanita yang selama ini sebelumnya masih didominasi oleh laki-laki. Kaum wanita
saat ini memiliki peranan yang cukup besar dalam upaya peningkatan kualitas
kehidupan.http://bwi.or.id/index.php/in/artikel/1123-peran-wakaf-dalam-pemberdayaan-ekonomi-perempuan-1)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode
penelitian adalah cara yang digunakan untuk penelitian tertentu sesuai yang
ingin dicapai. Adapun metode yang ditempuh penulis adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kualitatif. Menurut Suryabrata (2008: 75) tujuan penelitian
deskriptif adalah untuk membuat pencerdasan secara sistematis, faktual dan
akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.
Metode
deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau
melukiskan realitas sosial yang ada di masyarakat (Taher,2009:14). Tujuan utama
metode deskriptif yaitu, menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik objek dan subjek yang diteliti secara tepat.
3.2 Lokasi Penelitian
Takengon
merupakan ibu kota kabupaten Aceh Tengah. Berada pada ketinggian antara
400-2.600 meter diatas permukaan laut, yang 71,6 persen tertutup oleh hutan dan
9,8 persen oleh hutan Pinus Marcusi. Di tengah-tengah daerah itu terdapat Danau
Laut Tawar dengan ukuran 17,5 x 4,5 kilometer, dengan kedalaman 200 meter. Saat
ini kondisi tersebut sudah banyak berubah. Banyak hutan-hutan yang telah
ditebang pohonnya untuk berbagai keperluan, Melalatoa dalam buku ( Piet Rusdi,
2011: 20 ).
Secara
umum berdasarkan perubahan situasi dan kondisi sosial budayanya, maka daerah
Gayo menjadi lima wilayah yaitu :
a.
Gayo Lut, yang
wilayahnya terletak di sekitar Danau Laut Tawar Takengon.
b. Gayo
Deret, yang wilayahnya meliputi sekitar Linge atau Isak.
c. Gayo
Lues, yang wilayahnya mencakup Gayo Lues (Aceh Tenggara ).
d. Gayo
Serbejadi, wilayahnya meliputi Serbejadi, Sembuang Lukup (Aceh Tengah).
e. Gayo
Kalul, wilayahnya meliputi bahagian paling timur dari Kabupaten Aceh Timur
sampai Pule Tige.
Di
antara kelima kelompok daerah tersebut Gayo Lut merupakan dataran
tertinggi di Aceh, yang mencapai
ketinggian sekitar 1205 meter dari atas permukaan laut. Di sini penulis mengadakan penelitian pada
suku Gayo yang berada di Tiga Kecamatan yaitu: Kecamatan Kebayakan, Kecamatan
Lut Tawar dan Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.
3.3 Teknik
Pengumpulan Data
Proses
pengumpulan data yang akan penulis lakukan untuk memperoleh data yang akurat
dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Observasi
Awal
2. Metode
library research (penelitian
kepustakaan), yaitu pengumpulan data dengan menggunakan buku dengan penulisan
ini yang dilakukan dengan cara membaca dan mengkaji buku-buku, artikel dan
situs website yang berkaitan dengan topik pembahasan
3. Metode
field research ( penelitian
lapangan), dengan wawancara mendalam (in-dept interview) yaitu proses
percakapan dengan maksud merekonstruksikan mengenai orang, kejadian, kegiatan,
organisasi dan sebagainya. Wawancara mendalam merupakan suatu cara mengumpulkan
data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan dengan
maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti, wawancara ini
dilakukan secara intensif. Hal-hal yang diwawancarai mencakup tentang kerajinan
kerawang Gayo.
3.4 Teknik Analisis Data
Data
diolah dan dianalisis dengan teknik kualitatif dengan metode diskriptif.
Menurut Moleong (2012: 280) analisis data merupakan proses mengorganisasikan
dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data. Secara umum langkah-langkah yang ditempuh dalam mengolah
data dan menganalisis data penelitian wanita dalam usaha kerajinan kerawang
Gayo di Kabupaten Aceh Tengah (1985-2013) sebagai berikut:
1.
Reduksi data adalah
bentuk analisis dan menggolongkan dan membuang yang tidak perlu dan
mengelompokkan data sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir dan melihat kembali
kebenaran data.
2.
Penyajian data
merupakan sekumpulan data yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya
kesimpulan.
3.
Penarikan kesimpulan
merupakan bagian dari suatu kegiatan konfigurasi yang utuh, kesimpulan dan
verifikasi dilaksanakan selama penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Geografis
Daerah Penelitian
Kabupaten
Aceh Tengah yang beribukota Takengon merupakan sebuah Kabupaten yang termasuk
dalam wilayah administrasi Provinsi Aceh yang dibentuk berdasarkan UU.R.I No. 7
tahun 1956.Kabupaten ini terletak antara 4
10’ 33’’-5
57’ 50’’ LU dan 95
15’ 40’’-97
20’ 25’’ BT,
dengan luas wilayah 4. 318,39 Km2 dan tinggi rata-rata 200-2.600m diatas permukaan laut. Kabupaten Aceh Tengah terdiri
dari 14 kecamatan dengan 295 desa.
Adapun batas-batas Kabupaten Aceh Tengah ini adalah
sebagai berikut:
·
Sebalah Utara
berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues
·
Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur
·
Sebelah Barat
berbatasan dengan Nagan Raya dan Pidie
Dilihat secara umum dari segi kehidupan sosial masyarakat Aceh Tengah
memilki rasa sosial yang tinggi, masyarakat hidup rukun dan damai. Bahasa yang
digunakan sehari-hari adalah bahasa Gayo, bahasa Jawa, bahasa Aceh dan berbahasa
Indonesia apabila bukan sesama etnis. Segi mata pencarian penduduk umumnya
adalah petani, namun demikian ada juga sebagian kecil yang bermata pencaharian
lain, seperti pegawai negeri sipil, karyawan swasta, pedagang dan sebagainya.
Dalam hal prasarana hiburan atau pertunjukan
yang terdapat di Kabupaten Aceh Tengah sangat beragam, baik berbentuk seni
pertunjukan modern seperti: keyboard,
maupun seni pertunjukan tradisional yaitu seperti: didong, tari bines, tari guel, tari munalo, sebuku (pepongoten) dan melengkang (seni berpidato).
Kemudian yang tidak terlupakan dari masa ke masa adalah seni kerajinan yang ada
beberapa bentuk, seperti: seni ukir, seni
arsitektur, sulaman, anyaman, dan
seni keramik(BPS Kab. Aceh
Tengah 2011).
Penelitian ini dilaksanakan dalam
tiga wilayah Kecamatan, yaitu: Kecamatan Kebayakan, Kecamatan Lut Tawar dan
Kecamatan Bebesen.
1.
Kecamatan Kebayakan
Kecamatan ini terdiri dari sembilan desa, beribukota di Kebayakan.
Kecamatan Kebayakan wilayahnya berbatasan langsung dengan wilayah:
·
Sebelah Utara berbatasan
dengan Kabupaten Bener Meriah
·
Sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Bintang
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Lut Tawar
·
Sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Bebesen
Luas wilayah Kecamatan Kebayakan adalah 56,34
. Tata lahannya meliputi: lahan sawah 376
ha; tanah bangunan 1.509 ha; tegal/kebun 721 ha; padang rumput 15 ha;
kolam/tambak 8 ha; tanah tidak diusahakan 277 ha; tanah untuk tanaman
kayu-kayuan 230 ha; hutan Negara 523 ha; perkebunan Negara 1.550 ha; dan tanah
lainnya 425 ha. Kecamatan Kebayakan berpenduduk 21.276 jiwa ( BPS, 2011:10 ).
2. Kecamatan
Lut Tawar
3.
Kecamatan Bebesen
Kecamatan ini terdiri dari dua puluh tujuh desa dengan satu kelurahan,
beribukota di Kemili. Kecamatan Bebesen berbatasan langsung dengan wilayah:
·
Sebelah Utara berbatasan
dengan Kecamatan Kute Panang
·
Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Pegasing
·
Sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Ketol, Silih Nara
·
Sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Kebayakan, Lut Tawar
Luas wilayah Kecamatan Bebesen adalah 47,19
. Tata guna lahannya meliputi: lahan sawah
675 ha; tanah bangunan 200 ha; tegal atau kebun 190 ha; padang rumput 25 ha;
kolam atau tambak 5 ha; tanah tidak diusahakan 25 ha; tanah untuk tanaman
kayu-kayuan 150 ha; hutan Negara 60 ha; perkebunan Negara 2.929 ha; dan tanah
lainnya 460 ha. Kecamatan Bebesen berpenduduk 34.342 jiwa (
BPS, 2011: 13 ).
4.2 Sejarah Singkat
Etnis Gayo Kabupaten Aceh Tengah
Hurgronje (dalam Ibrahim, 2007:9) mengutip kisah berdirinya kerajaan
Samudera
dan Pase menyebutkan ada satu etnis
bangsa dalam negeri itu yang tidak mau masuk agama Islam lalu melarikan diri ke
hulu sungai Peusangan, karena itulah orang-orang di negeri itu dinamai Gayo
tetapi keterangan semacam itu kurang mempunyai arti untuk menentukan nama-nama
dari penduduk atau sesuatu suku bangsa yang asal usulnya sama sekali kabur dan
ada yang menganggap kata-kata ini berasal dari bahasa Aceh tetapi inipun tidak
tepat adanya.
Etnis Gayo sudah berada di Pase dan Perlak jauh sebelum masuknya Islam,
mereka berada di pedalaman Aceh bukan karena takut memeluk agama Islam tetapi
karena populasinya berkembang dan memperluas lapangan pekerjaan melalui daerah
aliran sungai Jamboe Aye, sungai Perlak, sungai Tamiang, sungai Wih Jernih dan
daerah aliran sungai Peusangan.
Prof. Dr. Burhanuddin salah seorang peserta Seminar Temu Budaya
Nusantara Pekan Kebudayaan Aceh ke 3 di gedung Mount Mata Banda Aceh dari
Brunai Darussalam menanggapai bahwa makna kata Gayo dalam bahasa Melayu Brunai
Darussalam dan Malaysia adalah indah. Kata itu diungkap masyarakat lapisan atas
pada upacara tertentu di Brunai Darussalam dan Malaysia (Ibrahim, 2007:10).
Di Gayo sendiri banyak yang percaya kalau asal-usul nama Takengon adalah
berasal dari kata bahasa Gayo beta ku
engon yang artinya begitu saya lihat. Sekilas nama ini memang masuk akal,
apalagi kalau asal-usul nama itu ditambah dengan cerita sejarah yang mengatakan
kalau itu adalah ekspresi dari Genali (orang pertama yang dipercaya menemukan
kota ini) saat pertama kali melihat danau yang menjadi ciri khas kota ini dari
salah satu bukit yang mengelilinginya.
Tapi anehnya meskipun cerita tentang asal usul nama kota Takengon versi
orang Gayo di atas cukup masuk akal. Tapi orang Gayo sendiri, jika sedang
berbicara dalam bahasa Gayo, sama sekali tidak pernah menyebut nama ini dengan
nama Takengon. Ketika berbicara dalam bahasa Gayo orang Gayo menyebut nama kota
ini dengan nama Takengen (huruf “e”
pertama dibaca seperti “e” dalam kata “tempe” dan huruf “e” kedua dibaca
seperti “e” dalam kata “sendu”). Pengucapan ini misalnya dapat kita dengar
dalam lirik sebuah lagu Gayo legendaries karangan seniman besar almarhum AR.
Moese Kin Takengen aku denem, bukan Kin Takengon aku denem (diakses melalui
http://winwannur.blogspot.com/2009/12/takengon-nama-warisan-hugronje-yang.html).
Kebiasaan penyebutan nama Takengon ini bermula nama ini telah dilekatkan
pada kota ini oleh pemerintah kolonial Belanda. Di samping itu, penyebutan nama
Takengon menjadi semakin kuat dan melekat yang dijadikan nama resmi kota ini
oleh orang Gayo dibanding nama Takengen.
4.3 Sejarah Singkat
Kerajinan Kerawang Gayo
Belum
ada sejarah tertulis yang jelas menceritakan tentang asal usul dari kain
kerawang Gayo ini, akan tetapi menurut salah seorang tokoh budaya Gayo bapak
M.Yusin Saleh yang menjabat sebagai Sekretaris MAA (Majelis Adat Aceh) sebagai
berikut:
bahwa
sejarah kerawang Gayo sendiri mulai berkembang sejak nenek moyang suku Gayo
ada, dimana pada mulanya kerawang Gayo dahulu pertama sekali disebut ukiran.
Kerawang Gayo pertama kalinya berkembang disebut ukiran karena pada saat dulu
masyarakatnya masih primitif dimana belum mengenal kain, pada saat itu kerawang
Gayo dikembangkan dengan mengukir atau memahat kayu. Biasa masyarakat Gayo pada
masa itu memahat dengan menuangkan rasa seni dan arti filosofi kehidupan
sehari-hari masyarakat setempat. Sesuai perkembangan zaman kemudian kerawang Gayo
lebih berkembang lagi yang dulunya ukiran yang dibuat di kayu, kemudian
selanjutnya ragam corak hias dikembangkan lagi pada belintem (tikar).
Ukiran yang terdapat pada rumah-rumah arsitektur lama
juga terbatas pada tangga atau tiang penyangga bubungan. Seni ukir yang
terdapat dalam rumah tangga yang terbuat dari tanah liat (pottery) yang umumnya berupa wadah seperti: keni,labu kiup,kelalang dan belanga.
Seni hias dapat dilihat pada hasil kerajinan anyaman yang bahannya dari
tumbuh-tumbuhan rawa seperti kertan,
benyet, cike,beldem dan bengkuang.
Pakaian mereka terutama wanita terdapat
hiasan-hiaan yang mempunyai macam-macam motif seperti yang terlihat pada upuh kio,ketawak dan beberapa jenis ules seperti upuh jerak, upuh ulen-ulen dan upuh
pera ( Hassan Arfan M, dkk, 1980 : 41 ).
Menurut Iwan Gayo ( dalam Zainal Abidin, 2002:15)
kerawang adalah ragam hias masyarakat Gayo yang berupa motif-motif pola atau corak yang ditampilkan pada pakaian
atau untuk memperindah bentuk bangunan rumah seperti pola pada tangga, pintu,
jendela dan lain-lain. Motifnya terdiri dari ulen-ulen ( bulan ), tei
kukur (kotoran burung), emun
berangkat ( awan berangkat) dan lain-lain.jadi motif kerawang gayo adalah
suatu corak hiasan di daerah Gayo yang melekat pada suatu benda. Motif kerawang
Gayo biasanya diletakan di pakaian adat Gayo, ukiran rumah adat Gayo, ukiran
kendi Gayo dan peralatan rumah tangga.
Setelah masyarakat Gayo mengenal kain barulah kerawang Gayo
dikembangkan ke kain, sehingga dikenal dengan sebutan kain kerawangGayo.
Disebut kerawang itu merupakan bagian dari budaya masyarakat Gayo, karena
kerawang itu merupakan hasil karya manusia. Kerawang itu terdiri dari dua kata
yaitu : iker dan rawang.Iker itu mengandung
arti dibakal atau dicoba. Sementara rawang
artinya ramalan atau dikhayal dari hati, dituangkan dalam bentuk gambar
dengan pengaruh lingkungan sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa kerawang Gayo itu adalah hasil karya manusia
yang dituangkan dari alam pikiran ke dalam bentuk gambar, bukan dalam bentuk
bahasa dengan pengaruh dari lingkungan sekitarnya dan yang diwujudkan dalam
selembar kain, yang mempunyai makna tersendiri bagi masyarakat Gayo.
4.4 Pembuatan Kerajinan Kerawang Gayo
Dalam membuat kain kerawang Gayo ini dibutuhkan proses
dan persiapan, mulai dari mempersiapkan peralatan dan bahan-bahan yang
diperlukan untuk kelancaran proses pembuatannya dan juga dalam upaya mencapai
hasil yang maksimal, indah dan rapi dan menarik bagi yang melihatnya, sehingga
nilai keindahannya dapat menarik bagi siapaun yang melihatnya.
a. Peralatan
dan perlengkapan dalam membuat kain kerawang Gayo
Dalam membuat kain tradisional ini, dibutuhkan beberapa
peralatan dan perlengkapan yang sangat sederhana. Adpun peralatan yang
dibutuhkan adalah :
- Mesin Jahit, yaitu mesin jahit biasa, yang biasa digunakan oleh para penjahit pakaian pada umumnya dengan cara penggunaan yang sama pula.
- Mesin obras kain, yaitu mesin yang digunakan unutk menjahit bagian pinggir dari kain yang akan dibordir.
- Benang, benang yang biasa dipakai adalah benang bordir sinar mas yang dengan mudah bisa didapatkan dipasar manapun. Benang yang digunakan untuk membuat kain kerawang Gayo ini memiliki empat warna dasar, yaitu merah, kuning, hijau dan putih. Karena benang ini terlalu besar maka benang tersebut diletakkan dilantai dan disambungkan ke jarum mesin jahit.
- Kain dasar, yaitu kain yang digunakan untuk bordiran kerawang. Biasanya kain yang digunakan adalah kain evita dengan warna dasar hitam. Kain tersebut terlebih dahulu dipotong sesuai dengan pola, baik itu untuk keperluan baju pengantin atau untuk kain adat lainnya. Tapi pada saat sekarang ini sudah menggunakan kain dasar merah dan warna lainnya sesuai dengan pesanan.
5. Ram
bordir
Ram
bordir ini berbentuk bulat, terdiri dari 2 bulatan yang terbuat dari kayu dan
ada juga yang terbuat dari bahan plastik. Ram ini digunakan pada saat membordir
kerawang, yang diletakkan di atas dan di
bawah dengan cara diketatkan pada kain, supaya memudahkan waktu membordir dan
kainnya tidak goyang waktu dibordir. Pada saat menjahit bordir kerawang
tersebut, penjahit hanya memutar arah ram bordir ini sesuai dengan motif bordir
yang akan dijahit.
b. Cara
membuat kerajinan kerawangGayo
Kain kerawang Gayo ini termasuk dalam jenis kain bordiran,
akan tetapi mesin yang digunakan dalam membuat bordiran adalah mesin jahit
biasa yang sering digunakan oleh para penjahit pakaian umumnya. Dalam membuat
kain kerawang ini dibutuhkan keahlian dan kesabaran, supaya kain yang
dihasilkan bagus. Keunikan dalam proses pembuatan kain ini adalah terdapat pada
saat kain tersebut dibordir, kain kerawang ini dibuat atau dibordir tanpa
pola.
Menurut pendapat Ruhdiana (wawancara, 9 September
2013) ia mengatakan bahwa pembuatan
kerawang Gayo itu tanpa pola hanya ada dipikiran pengrajin kerawangnya saja.
Mengapa demikian, karena motif-motif yang ada pada kerajinan kerawang Gayo itu
kaku tidak berkembang dan menurut Fauziah (wawancara, 29 Agustus 2013) ia
mengatakan bahwa pembuatan kerajinan kerawang Gayo tidak menggunakan pola
karena polanya sudah ada pada pikiran masing-masing. Sewaktu membuatnya hal
yang pertama kali dilakukan adalah menyiapkan kain dasar berwarna hitam atau
warna lainnya yang direkatkan pada ram bordir. Kemudian dibordir dengan mesin
jahit biasa dan menggunakan benang bordir yang berwarna khas Gayo yaitu merah,
kuning, putih dan hijau. Namun sekarang sudah mengalami perkembangan warna, yaitu
sesuai dengan pesanan. Untuk kain adat warnanya tetap dengan keempat warna
yaitu merah, putih kuning dan hijau.
4.5
Wanita dalam Usaha Kerajinan Kerawang Gayo
Keterlibatan
wanita dalam dunia usaha atau sebagai pengusaha/ wirausaha telah ada sejak
zaman ke zaman, sejak dulu wanita telah terjun dalam dunia perdagangan,
membantu ekonomi keluarga misalnya, wanita-wanita di Solo telah membantu
ekonomi keluarga bahkan sebagai tulang punggung ekonomi keluarga dari usaha
batik yang mereka kelola. Begitu juga dengan wanita-wanita yang berada di Aceh
khususnya yang berada di Kabupaten Aceh Tengah. Untuk membantu perekonomian
rumah tangga mereka menjahit kerajinan khas yaitu kerawang Gayo.
Wanita sangat potensial untuk melakukan berbagai
kegiatan produktif yang menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga,
apalagi potensi tersebut menyebar di berbagai bidang maupun sektor. Wanita yang
memutuskan untuk bekerja selain untuk mengoptimalkan pendidikan dan potensinya,
juga adanya kesadaran untuk menopang kehidupan rumah tangganya, karena dengan
semakin majunya peradaban dunia semakin tinggi pula kebutuhan hidup dan rumah
tangganya
Banyaknya
motivasi perempuan melakukan usaha karena ingin mengurangi pengangguran atau
menciptakan lapangan usaha, menunjukkan adanya kesadaran dari wanita atas
kondisi pengangguran yang semakin meningkat, adanya kesadaran dari wanita untuk
menciptakan pekerjaan bukan mencari pekerjaan.
Ada
pun motif yang melandasi tingginya tingkat keterlibatan wanita dalam bekerja di
antaranya adalah kebutuhanfinansial, kebutuhansosialrelasional
dan kebutuhanaktualisasidiri. Sejak tahun 1985 wanita di Kabupaten Aceh sudah
mulai memulai menjadi pengrajin kerawang Gayo. Alasannya menurut Kartina
(wawancara 4 september 2013) motivasi wanita melakukan usaha adalah untuk mengurangi
pengangguran atau menciptakan lapangan usaha,
meringankan beban keluarga, menjadi diri sendiri dan meningkatkan
kesejahtera
Menurut
Zumara (wawancara, 29 Agustus 2013) ia mengatakan bahwa pengenalan kerajinan
kerawang Gayo dengan cara mengajak teman atau kerabat dekat agar ikut serta
dalam menjahit kerajinan kerawanng Gayo. Dia
juga mengatakan agar usaha
kerajinan kerawang Gayo tetap berkembang dan terus maju, pemerintah harus ikut
berperan dalam membantu untuk pemberian modal dan mengadakan kursus atau
pelatihan-pelatihan agar pengrajin kerawang Gayo tidak berkurang tetapi semakin
bertambah.
Ruhdiana (wawancara 9 september 2013)
mengatakan bahwa banyak wanita sukses melakukan usaha rumahan dari
mengembangkan hobi dan bakat membuat kerajinan ini. Namun hanya orang-orang
tertentu saja yang bisa memahami dan mengembangkan usaha kerajinan sesuai
dengan apa yang digariskan oleh leluhur mereka dalam tataran budaya. Kondisi
demikian memang kebalikan dari barang-barang yang dibuat di pabrik. Kerajinan
yang terbuat dari tangan memang cara pembuatannya rumit dan memerlukan waktu
yang cukup lama, namun hasilnya pun unik dan spesial sebagai nilai lebihnya.
Menurut
pendapat Kartina (wawancara tanggal 4 September 2013) ia mengatakan bahwa keikutsertaan wanita dalam
usaha kerajinan kerawang Gayo bermula dari pertama hobi dan kedua agar bisa
membantu perekonomian rumah tangga. Dia
juga mengatakan sekarang lebih
banyak pengrajin kerawang Gayo dari kaum wanita dibandingkan dengan kaum
laki-laki dikarenakan minat dan kemaun laki-laki dalam menjahit kerajinan
kerawang Gayo sangat rendah di banding dengan wanita. Selain itu juga dari
pemerintah lebih sering mengadakan pelatihan-pelatihan untuk kaum wanita.
Kelebihan
tersebut banyak disukai wanita dan kebanyakan orang. Kesempatan mengembangkan
usaha demikian terbuka lebar. Pasaran luar negeri selalu terbuka dengan
kerajinan tangan. Sebagian wanita
Indonesia khususnya di Aceh memiliki kesabaran yang tinggi dalam membuat kerajinan tangan yang beraneka ragam. Salah
satu adalah kerajinan kerawang Gayo.
Kemajuan
usaha kerajinan tangan semakin memberdayakan para wanita dan remaja putus
sekolah karena mereka akan memiliki kesempatan bekerja yang sesuai dengan bakat
dan minat mereka tanpa harus meninggalkan atau jauh dari keluarga. Usaha
kerajinan ini juga mampu menopang kehidupan keluarga. Dengan begitu, wanita
juga tidak hanya menjadi orang yang menunggu penghasilan dari suami, bahkan
bisa mendapatkan penghasilan yang tinggi dari kerajinan tangan yang dibuatnya.
Pemasaran
yang dilakukan pun bisa berupa pemasaran barang secara langsung dan membuka
toko di rumah sendiri atau bisa memasarkannya lewat internet secara online.
Hal-hal tersebut di atas akan membuat para wanita semakin maju jika keduanya
dilakukan secara bersamaan. Mereka juga bisa mengumpulkan para wanita yang ada di sekitar rumah mereka atau
mengumpulkan kerabat mereka yang memiliki keahlian untuk membuat kerajinan
tangan.(http://www.majalahsekar.com/dunia-usaha/sentra-usaha/569-bisnis-
menguntungkan-kerajinan-tangan).
Menurut
Hj.Saimah (wawancara 4 September 2013)
ia mengatakan bahwa keterlibatan wanita
dalam kerajinan kerawang Gayo bermula dari ketertarikannya pada kerawang Gayo.
Pada awalnya dalam menjahit kerawang Gayo tidak ada belajar khusus,
pelatihan-pelatihan ataupun mengikuti kursus menjahit. Beliau hanya belajar
sendiri dan menurut Fauziah ( wawancara,
29 Agustus 2003) mengatakan bahwa dalam
menjahit kerajinan kerawang Gayo sangat mudah dan menyenangkan hanya perlu
kesabaran dan ketelitian dalam menjahit kerajinan kerawang Gayo.
Pengrajin kerawang Gayo di Kabupaten
Aceh Tengah sangat banyak tidak hanya kaum lelaki tapi wanita juga berperan
dalam pengrajin kerawang Gayo. Pada awalnya pengrajin kerawang Gayo adalah
laki-laki, namun seiring perkembangan zaman wanita juga mulai tertarik dengan
kerajinan kerawang Gayo. Wanita mulai menjadi pengrajin kerawang Gayo sejak
tahun 1985. Awalnya mereka hanya mencoba untuk menjahit kerajinan kerawang
Gayo, tidak ada pengkhususan belajar
untuk menjahit kerajinan kerawang Gayo. Mulanya mereka hanya menjahit untuk koleksi
pribadi saja, tetapi lama kelamaan kerajinan mereka sudah mulai diketahui oleh
orang banyak. Akibatnya masyarakat sekitar banyak yang tertarik dengan
kerajinan kerawang Gayo.
Menurut Lina Fitri (wawancara, 29 Agustus 2013)
mengatakan bahwa ukiran kerawang yang
ada pada umah pitu ruang adalah pase pertama keberadaan kerawang selanjutnya
ukiran kerawang berkembang kepada gerabah dan kendi. Sekarang dengan
perkembangan teknologi menjadikan kerawang sebagai industri rumah tangga. Namun
perkembangan kerawang sebagai usaha kerajinan banyak mengalami kendala dari
dalam dan dari luar. Untuk membangkitkan potensi ekonomi berbasiskan budaya
sangat diperlukan pengkajian yang lebih mendalam salah satunya adalah
menciptakan alternatif-alternatif dengan pendekatan teknologi agar kerawang
sesuai dengan kehendak pasar dan kebutuhan masyarakat Gayo sendiri. Serta
sangat diperlukan perhatian pemerintah dengan komitmen yang terarah dan
terprogram dalam membina kerajinan kerawang sebagai potensi daerah.
4.6
Fungsi Sosial Kerajinan Kerawang Gayo
Kerajinan
Aceh Tengah ini memiliki corak yang khas dan
motif yang unik, dan setiap motif yang ada pada kain tradisional
tersebut memiliki nilai dan makna tersendiri yang mencerminkan budaya hidup
dari masyarakat Gayo itu sendiri. Kain tradisional ini memiliki fungsi sosial
yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan masyarakat Gayo. Baik itu dalam
kehidupan sosial maupun kehidupan
ekonomi masyarakat Gayo tersebut.
Fungsi dari kain tradisional kerawang Gayoini kalau pada
dahulunya hanya dikenakan atau lebih sering digunakan sebagai pakaian adat
pernikahan, akan tetapi sesuai dengan perkembangan zaman maka kain tradisional
ini sudah mulai digunakan pada berbagai
acara dalam masyarakat Gayo. Adapun fungsi kain kerawang ini dalam masyarakat Gayo
adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai perlengkapan
pernikahan/acara adat
Penggunaan kain kerawang Gayo sebagai kain adat atau
pakaian adat sudah biasa digunakan oleh masyarakat gayo sebagai pakaian
pernikahan. Dalam hal ini ada pakaian yang khusus digunakan oleh pengantin
laki-laki dan pengantin perempuan. Selain itu ada juga kain kerawang ini yang
dipakai pada pelaminan pernikahan. Pakaian pengantin laki-laki ini biasa
disebut dengan Aman Mayak danpakaian
pengantin perempuan ini sering disebut dengan Inen Mayak.
Kerwang ini terbagi atas empat warna dasar
dengan falsafah sebagai berikut:
1.
Warna kuning keemasan, untuk Reje(pemimpin) mengandung makna sebagai
tanda kebesaran.
2. Warna
merah untuk Petue (ksatria) sebagai
tanda berani.
3. Warna
putih untuk Imem (Ulama) sebagai
lambang kesucian.
4. Warna
hitam untuk rakyat sebagai lambang tanah.
b. Sebagai
sarana ekonomi
Kerajinan kain kerawang ini
juga berfungsi meningkatkan perekonomian masyarakat, khususnya bagi para pengrajin kerawang tersebut.
Misalnya Keramat Mupakat Bintang Timur ( milik ibu Hj. Saimah ), salah satu
pusat kerajinan kerawangyang berada di kabupaten Aceh Tengah. Walaupun sekarang
tidak lagi menjahit kerajinan kerawang Gayo tetapi hanya menjual penghasilan
yang dipeoleh lumayan besar dan bisa membantu perekonomian rumah tangga.
Sementara itu menurut Kartina (wawancara, 6 September 2013 ) mengatakan bahwa dalam menjahit kerajinan
kerawang sangat menguntungkan selain sebagai hobi juga bisa menambah
penghasilan dan membantu perekonomian rumah tangga. Selain sebagai pemilik toko
Sintia Kerawang ia juga menjadi tenaga pengajar dan membuka kursus ditempat
usahanya.
c. Sebagai
objek wisata
Kerajinan kerawang ini juga
menjadi objek wisata bagi mereka yang mengunjungi daerah Gayo. Para pengunjung
dapat melihat dengan bebas bagaimana proses pembuatan kain kerawang ini yang
dianggap sangat unik. Selain itu kain kerawang juga bisa dijadikan sebagai buah
tangan atau oleh-oleh, baik itu berupa kain, tas, dompet dan asesoris lainnya.
Menurut Kasmawati (wawancara, 6 September 2013) mengatakan bahwa banyak para
pengunjung yang datang dan singgah untuk melihat cara pengrajin menjahit kerawang
Gayo dan membeli untuk oleh-oleh. Bahkan bukan saja sekedar melihat tetapi
mereka mendokumentasikan cara-cara pembuatannya.
d.
Sebagai kain kebesaran
Upuh Ulen-ulen yang merupakan selembar kain busana adat diselimutkan
kepada calon pengantin. Kain upuh ulen-ulenjuga sering disematkan pada pejabat
atau tamu kehormatan
pemerintahan. Kain Upuh Ulen-ulen ini memiliki warna hitam yang merupakan warna dasar dan paling dominan dalam
busana adat masyarakat Gayo.
Masyarakat Gayo percaya bahwa warna hitam merupakan warna
abadi, yaitu warnayang diibaratkan
sebagai tanah. Manusia diciptakan
Tuhan dari tanah, hidup di atas tanah, kembali ke tanah.Di tengah-tengah warna hitam, terdapat bulatan putih,
cahaya, bulan purnama. Petuah adat yang terkandung di dalamnya ialah
nasihat “Jika masih ada secercah sinar di langit mendung berprahara
arahkan pandangan matamu ke sinar yang terang itu, bukan pada
kegelapan yang mengitarinya”.( http://www.lintasgayo.com/7936/upuh-ulen-ulen.html.)
Upuh
ulen-ulen ini adalah selembar kain yang berukuran lebar, yang menurut
penuturan Hj. Saimah (wawancara, 4 september 2013 ) upuhulen ulen ini adalah
kain kebesaran, yang biasanya digunakan untuk menyelimuti kedua mempelai yang
menunjukkan bahwa kedua mempelai ini sudah sah menjadi suami istri. Selain itu
kain upuh ulen ulen ini juga biasa digunakan untuk menyambut tamu
kehormatan pemerintahan yang juga digunakan dengan cara menyelimuti tamu
kehormatan tersebut.
e. Sebagai pelengkap
pakaian kegiatan seni
Dalam
setiap penampilan atau kegiatan seni, salah satunya adalah seni tari. Pada
penampilan tarian, para penari Gayo kerap menggunakan pakaian yang tradisonal kerawang
Gayo, sehingga keindahan tarian yang
dibawakan semakin terpancar. Penggunaan kain kerawang Gayo pada acara seni,
khususnya seni tari tidak ada aturan yang mengikat. Dalam arti warna yang
digunakan bervariasi baik itu warna dasar (hitam) maupun warna lainnya seperti merah dan
lain-lain.
Berdasarkan hasil wawancara
diatas kain tradisional bernama kerawang Gayo ini merupakan wujud budaya yang
menjadi kebanggaan masyarakat dan telah dikenal secara luas. Selain itu dari
segi fungsi, kain ini masih terus bertahan dan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.Perlu keahlian khusus untuk mengerjakannya. Untuk itu harus
diperhatikan bahwa aktivitas ini tidak terhenti pada satu generasi saja, akan
tetapi dapat terus diwariskan ke generasi selanjutnya agar kelestaraian kerawangGayo
ini tetap terjaga.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
diuraikan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
5.1.1
Usaha kecil merupakan kegiatan
ekonomi yang menjadi pilihan kebanyakan anggota masyarakat terutama wanita yang
terjun langsung dalam kegiatan industri dan kerajinan tangan. Seperti di
kabupaten Aceh Tengah wanita sangat berperan dalam pembuatan kerajinan kerawang
Gayo. Tetapi masih banyak wanita yang terkendala untuk memulai berwirausaha
yaitu keterbatasan modal dan pengetahuan.
5.1.2
Peran wanita turut menegakkan
ekonomi rumah tangga dengan memasuki berbagai kegiatan ekonomi misalnya dari
kerajinan kerawang Gayo. Para pengrajin kerawang Gayo di kabupaten Aceh Tengah dari
memproduksi kerawang Gayo dapat membantu perekonomian tangga dan diakui
memberikan dampak positif bagi kesejahteraan rumah tangga mereka.Peran ganda
wanita yang semakin berkembang tidak
hanya sebagai ibu rumah tangga tetapi juga sebagai pengrajin kerawang Gayo ini
dilihat dari keaktifan mereka.
5.2
Saran
Di bawah ini penulis akan
memberikan saran-saran yang kiranya dapat bermanfaat sebagai berikut:
5.2.1
Diharapkan bagi masyarakat
Gayo agar selalu menjaga dan melestarikan salah satu budaya yang diwariskan
nenek moyang termasuk kerawang Gayo sebagai simbol dan kebanggaan masyarakat Gayo.
5.2.2
Diharapkan kepada mahasiswa/i
jurusan pendidikan sejarah FKIP Unsyiah dan khususnya mahasiswa/i yang berasal dari kabupaten Aceh Tengah agar
lebih giat melakukan penelitian sejarah dan perkembangan kerawang Gayo, memperbanyak
karya sejarah tentang kerawang Gayo dan melestarikan kerawang Gayo dengan cara
memperkenalkan jenis-jenis kerajinan kerawang Gayo.
5.2.3
Diharapkan kepada generasi
muda yang akan datang agar dapat memperdalamdan menggali perkembangan tentang
kerajinan kerawang Gayo dan hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk menjadi
solusi agar kerajinan kerawang Gayo tetap ada dan tidak hanya dikenal oleh
masyarakat Gayo dan Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abidin, Zainal. 2002. Makna Simbolik Warna dan
Motif Kerawang Gayo pada Pakaian Adat Gayo. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan
Seni Universitas Negeri Yogyakarta.
A. Mustaf. Koleksi pribadi Perkembangan
Motif Kerawang Gayo
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
BPS Kabupaten Aceh Tengah. 2011. Aceh Tengah Dalam Angka. Aceh Tengah:BPS Aceh Tengah.
Djapri, Basri. 1982 . Pola Prilaku Golongan-Golongan Sub Etnik Gayo Dan Mitos Asal
Mula Mereka. Banda Aceh:
Pusat Latihan Dan Ilmu Sosial
Fadhilah. 1991 . Perkembangan Kerawang
Gayo Dalam Menumbuhkan Wiraswasta. Banda Aceh :
Pusat Latihan Ilmu Sosial Unsyiah.
Fahriani. 2012. Kain Tradisional Kerawang Gayo.Prosedding: Banda Aceh.
Hakim, AR. 2003. Pesona Tanoh Gayo. Takengon. Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.
Hasan, Affan M dkk. 1980. Kesenian Kerawang Gayo dan Perkembangannya.
Jakarta: Balai Pustaka
Hiswanto, Sufandi. 2012. Pengertian
Kerawang Gayo Skripsi. Banda Aceh:
Unsyiah.
Ibrahim,
Mahmud. 2007. Literatur
Budaya Gayo. Takengon:Yayasan Maqamam Mahmuda.
Rusdi, Piet. 2011. Pacu Kude : Permainan Tradisional di Dataran Tinggi Gayo. Banda
Aceh : Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional.
Srimulyani, Eka dan Inayatillah. 2009. Perempuan dalam Masyarakat AcehMemehami
Beberapa Persolan Kekinian. Banda Aceh. Logica Art.
Sudirman. 2011. Pelestarian Pustaka
Untuk Mendukung Parawisata Kain Tenun Sebagai Objek Daya Tarik di Aceh 321`Buletin Haba Sejarah dan Budaya dalam
Perspektif Parawisata. Banda
Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional Banda Aceh.
Suhartono dan Hartono, Agung. 2002.
Perkembangan Pesrta Didik. Jakarta:
Rieneka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Taher, Alamsyah. 2009. Metode Penelitian Sosial. Banda Aceh:
Syiah Kuala Universyitas Press.
Internet
Abudzakria. 2011. Mengenal Suku Gayo. 22 April 2011. Diakses 9 April 2013
http//MENGENAL SUKU GAYO _ Abudzakira Blog.htm
http//MENGENAL SUKU GAYO _ Abudzakira Blog.htm
http://winwannur.blogspot.com/2009/12/takengon-nama-warisan-hugronje-yang.html).
Jr, Cipit. 2013. Kerajinan
Tangan, Inspirasi Bisnis bagi Wanita. 18 April 2013. Diakses 22 Agustus
2013
http://www.majalahsekar.com/dunia-usaha/sentra-usaha/569-bisnis-menguntungkan-kerajinan-tangan
Kharisma, Nailul. 2012. Kerajinan Tangan Khas Aceh. 19 November
2012. Diakses 1 Maret 2013
http//kerajinan-tangan-khas-aceh_8074.html
Ratnawati. 2012. Ragam Handicraftrajapola. 22 Maret 2012. Retrived 20 Juni 2013.
Rozalinda. 2013. Peran Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Perempuan. 29 Mei 2013.
Retrieved 27 Juni 2013
Mantap...
BalasHapussilahkan kunjungi lagi blog kami bg. semoga bermanfaat hehe
BalasHapus